Humas: Kamis (18/11), Selain membacakan sambutan Bupati Aceh Tamiang yang berhalangan hadir dalam puncak Peringatan Hari Sawit Nasional ke 110 tahun pagi tadi, Sekretaris Daerah, Drs. Asra, juga menyampaikan tiga hal penting dalam menjaga keseimbangan dan perkembangan industri kelapa sawit lokal dengan Pemkab dan masyarakat di Aceh Tamiang.

Hal pertama yang disampaikan Sekda Asra adalah strategi pemeliharaan dan perawatan jalan yang berada dalam wilayah kabupaten Aceh Tamiang. Dalam pada ini, Sekda mengajak seluruh pemilik industri padat modal ini untuk duduk bersama guna memikirkan strategi perawatan dan pemeliharaan jalan yang sering dilalui oleh truk pengangkut hasil produksi kelapa sawit, baik angkutan Tandan Buah Segar (TBS) maupun Crude Palm Oil (CPO) yang setiap hari melintas.

Dikatakan, porsi anggaran perawatan dan pemeliharaan jalan yang terdapat dalam APBK tidak mencukupi.

“Anggaran dalam APBK tidak cukup, sehingga kami perlu mengajak para pemilik modal dan pimpinan perusahaan di sini duduk bersama dan berpikir bagaimana strategi pemeliharaan dan perawatan badan jalan yang tiap hari dilewati oleh truk-truk pengangkut hasil kelapa sawit milik,” ujar Asra.

Kemudian, hal kedua yang disampaikan Asra ialah timbulnya disparsitas harga yang lumayan tinggi antara Aceh Tamiang dengan Provinsi Sumatera Utara. Mewakili suara petani kelapa sawit, Sekda mengungkapkan, rentang harga itu melahirkan perasaan adanya diskriminasi bagi petani kelapa sawit lokal.

“Jarak kita dengan Sumut itu tak jauh, bersebelahan. Tapi kenapa harganya bisa terjadi selisih yang lumayan besar? Misalnya, ada perbedaan harga Rp.300,- hingga Rp.400,- per kg buah antara Aceh Tamiang dengan Langkat. Ini menjadi semacam diskriminasi bagi petani sawit lokal. Kami minta kita duduklah, untuk membicarakan ini,” pintanya lugas.

Hal ketiga yang diutarakan Asra, ia mengajak seluruh perusahaan kelapa sawit membayarkan zakatnya guna pemberdayaan masyarakat di sekitar areal usaha mereka. Ditegaskannya, selain pemanfaatan Corporate Social Responsibility (CSR), pemberdayaan masyarakat di sekitar areal perusahaan juga dapat menggunakan dana zakat mereka sendiri.  

“Terlebih di Aceh, zakat ini menjadi wajib hukumnya untuk dibayarkan oleh tiap badan usaha. Silakan, dana zakat yang dikumpulkan digunakan untuk memberdayakan masyarakat di sekitar areal produksi atau pabrik, terutama peningkatan ekonomi mereka,” terang Asra.

Disebutkan, program-program pemberdayaan guna mendongkrak perekonomian masyarakat di sekitar areal usaha penting untuk dilakukan. Program tersebut, jelasnya, selain untuk meningkatkan ekonomi juga melahirkan sense of belonging masyarakat terhadap perusahaan, sehingga kasus-kasus pencurian buah sawit dan aset usaha mereka bisa diminimalisir.

“Kalau masyarakat sekitar ekonominya menjadi lebih baik dan rasa memiliki mereka tinggi, saya kira pencurian buah dan perbuatan kriminal lainnya bisa kita minimalisir,” timpalnya lagi.

Namun, untuk mewujudkan program-program pemberdayaan tersebut, Asra meminta perusahaan berkolaborasi dengan Baitul Mal Kabupaten dan dinas terkait lainnya.